Industri Properti Ditengah Pandemic Covid-19
20 April, 2020 - 5 min to readPandemic Covid-19 yang sedang terjadi secara global telah mengguncang perekonomian dunia. Nilai mata uang jatuh, pasar saham crash, telah memberikan dampak kepanikan tidak hanya kepada pelaku usaha tapi juga pemerintah dan masyarakat diberbagai belahan dunia.
Kepanikan yang disebabkan oleh Pandemic Covid-19 ini telah berdampak luas, tidak hanya pada sektor ekonomi, tetapi juga kehidupan sosial masyarakat. Diterapkan beberapa kebijakan yang sangat membatasi aktifitas sosial masyarakat seperti, lock down atau karantina wilayah dan sejenisnya, berakibat lumpuhnya perekonomi masyarakat. Operasional perkantoran, restoran, hotel, pusat perbelanjaan, pabrik, dan jasa konstruksi, hampir semua harus berhenti berjalan normal.
Para ahli statistik maupun matematik telah melakukan pemodelan untuk memperkirakan kapan berakhirnya pandemic covid-19 di Indonesia. Gambar di bawah ini menjadi salah satu contoh yang bisa dijadikan acuan untuk memperkirakan kapan berakhirnya pandemic covid-19 di Jakarta.
Dari 3 simulasi yang dilakukan oleh Ikatan Alumni Matematika UI, terkait kebijakan pemerintah untuk mengatasi pengahiran dampak covid-19 menunjukkan bahwa apabila pemerintah melakukan intervensi yang kuat, diperkirakan puncak pandemic covid-19 akan terjadi pada bulan pertengahan April dan awal Mei 2020, dan akan mungkin akan berakri bulan Juli – Agustus 2020. Tapi kalau intervensi rendah atau anggap tidak banyak berpengaruh maka covid-19 baru puncaknya pada bulan Juni dan akan berakhir bulan Agustus-September 2020.
Berakhirnya pandemic covid 19 akan diikuti oleh rebound ekonomi secara bertahap. Diperkirakan aktifitas ekonomi baru akan normal 3 bulan setelah berakhirnya dampak pandemic covid-19. Artinya kita harus bersiap sampai akhir tahun. Tentu ini skenario pesimis yang sah-sah aja dilakukan untuk mengantisipasi kondisi terburuk.
Dari beberapa pemodelan yang telah dilakukan oleh beberapa ahli dari berbagai kalangan terhadap kapan berakhirnya pandemic menujukkan bahwa dengan intervensi pemerintah penuh seperti penerapan karantina wilayah, Stay at home dan social distancing misalnya menunjukkan Pandemic ini baru berakhir antara bulan Juni sampai dengan Agustus.
Modeling berakhirnya pandemic menjadi salah satu acuan para ahli ekonom untuk memproyeksikan recovery terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan. Bank Dunia (World Bank ) misalnya telah melakukan revisi pertumbuhan ekonomi dunia dari 2,3% menjadi 1,9% sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan berada dikisaran 2,1% pada tahun ini yang sebelumnya diperkirakan 5,1%. Bahkan dengan menggunakan scenario terburuk diperkirakan akan bisa terjun ke angka -3,5% yang tentu tidak kita harapkan terjadi.
Dampak pandemic ini terhadap perekonomian suatau negara sudah jelas terasa. Bagaimana dampak ke sektoral-nya tentu masih akan berbeda atau bahkan bisa sama satu dengan lainya. Dampak ke sektor properti atau industri realestat misalnya masih perlu diamati beberapa waktu kedepan karena krisisnya belum berakhir atau belum ada tanda-tanda berakhir. Namun demikian sejatinya para pelaku maupun pengamat meyakini sektor properti akan terdampak diawal oleh pandemic covid-19, karena produk properti seperti residential misalnya sangat terpengaruh dengan kondisi phisicologis belanjakan atau menginvestasikan uangnya di tengah ketidak pastian kapan berakhirnya pandemic covid-19 ini.
Disisi lain Industri Properti Indonesia dari tahun 2018 sudah tertekan karena daya beli masyarakat yang tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan dan juga adanya proses pemilihan legislatif dan Presiden yang membuat calon konsumen atau investorwait and seesampe proses penetapan Presiden selesai dilakukan. Dampak dari hal teresebut dapat dilihat degan tingkat penjualan yang cenderung flat sampai dengan akhir tahun 2019. Disisi lain kenaikan harga juga tidak bisa tumbuh sesuai ekspektasi pengembang karena permintaan yang relative masih rendah.
Dampak pandemic covid-19 diperkirakan akan menjadi pukulan yang sangat berat terhadap industri property untuk semua sektor. Sektor hunian misalnya, konsumen akan cenderung untuk menahan pembelian, sektor komersil akan mengalami penurunan occupancy karena masyarakat akan lebih cenderung mempertahankan saving sebagai savety net untuk antisiapasi ketidak menentuan kapan berakhirnya pandemic ini.
Seperti dipahami bersama, kondisis makro ekonomi akan sangat kuat pengaruhnya terhadap seberapa kuat permintaan terhadap produk property, baik hunian maupun komersial. Apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai prediksi Bank Dunia yang akan hanya tumbuh pada kisaran 2,5 % hampir dapat dipastikan industry property tidak akan mengamali pertumbuhan tahun 2020 atau bahkan 2021.
Survey yang dilakukan terhadap Anggota DPD REI DKI menunjukkan bahwa perkembangan Industri Real Estate akan sangat mempengaruhi perkembangan Industri Real Estate di Indonesia. Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap faktor pendorong pertumbuhan property menunjukkan bawa kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi makro yang paling berpengaruh terhadap perkembangan industri properti.
Data di atas menunjukkan bahwa betapa dominan kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan industri properti dalam negeri. Apabila kondisi makro ekonomi terus memburuk, sementara pemerintah tidak segera atau mampu me-rebound kodisi makro ekonomi serta melakukan perbaikan dari sisi perijinan dan pajak maka kondisi industri ini akan menuju ke keranda mati suri.
Saat ini tentu sudah mulai terasa dampaknya tingkat penjualan produk hunian maupun komersial. Tahun 2018 dan 2019 sebenarnya sudah terjadi penuruan tingkat penjualan dikisaran 10% – 20%. Misalnya produk apartment jual tahun 2018 untuk kelas menengah dengan range harga Rp 15.000.000 per m2 – Rp 30.000.000 per m2 tingkat penjualannya masih berada pada kisaran 15 -30 unit namun pada tahun 2019 telah terjadi koreksi tingkat penjulanyang cukup dalam sebesar 20%. Saat ini dengan kondisi ekonmi yang ada sekarang diperkirakan akan semakin tertekan akibat dampak pandemic covid-19.
Sektor hunian lainnya atau rumah tapak akan mengalami hal yang sama dimana akan terjadi perlambatan tingkat penjualan yang disebabkan oleh ketidak pastian kapan berakhirnya pandemic covid-19 dan dampaknya terhadap ekonomi secara keseluruhan. Hal ini sebenaranya wajar dimana masyarakat akan lebih memprioritaskan ketahanan keuangan dalam menghadapi krisis dari pada melakukan pembelanjaan yang tidak prioritas.
Properti komersial seperti hotel menjadi salah satu yang paling terdampak dalam krisis kali ini. Karantina wilayah dan stay at home telah mengakibatkan penurunan drastis pada tingkat hunian hotel. Pukulan ini telah membuat hotel mati suri terlebih dahulu dibandingkan dengan dengan perkantoran dan pusat perbelanjaan misalnya. Pendapatan atau Income Hotel diperoleh secara harian sedangkan Pusat Perbelanjaan dan Perkantoran incomenya bersumber dari sewa jangka panjang atau menengah.
Bila dibandingkan dengan krisis sebelumnya seperti krisis 1998 dan 2008 dimana perputaran ekonomi masih terjadi khususnya sektor UKM dan Informal namun dalam krisis pandemic covid-19 saat ini, sektor UKM dan Informal juga terdampak sangat dalam akibat kebijakan pemerintah yang mengharuskan penutupan kantor dan stay at home. Sungguh pun ini menjadi salah satu cara yang diyakini untuk mengahiri damapak pandemic tetapi telah memukul sektor UKM dan Informal yang juga penggerak ekonomi nasional khususnya diperkotaan seperti DKI Jakarta bahkan Jabodetabek.
Namun demikian diharapakan dengan mereda nya Pandemic covid-19 rebound kondisi ekonomi akan segera terjadi sehingga masyarakat akan kembali beraktifiatas seperti sedia kala. Dilihat dari penyebabnya krisi ekonomi akibat pandemic tidak akan sama dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008. Kali ini kirisis yang terjadi bukan berasal dari aktifitas ekonomi itu sendiri tetap datang dari luar lingkaran akitifitas ekonomi yaitu Pandemic covid-19 atau sebut saja krisis kesehatan yang berdampank pada ekonomi.
Melihat fakta dan data yang ada,tahun 2020 akan menjadi periode yang penuh tantangan buat industri property baik property residential maupun komersial. Kita tidak mengarapakan terjadinya resesi atau staknasi besar-besaran, diharapkan kedaruratan medis yang mungkin terjadi 6 bulan kedepan hanya mengakibatkan perlambatan pertumbuhan sektor property. Begitu ekonomi membaik kodisi pasar properti juga akan membaik dan tumbuh seiring dengan percepatan rebound ekonomi. Semoga..!!!
Penulis: Chandra Rambey